Kamis, 13 Mei 2010

Sajak Paranormal

by: Ferry Arbania Sumenep

Tongkat pusaka yang kau kirimkan padaku malam itu
Berupa tombak semar dan bamboo pethuk dan juga keris sabuk inten
Benalu bamboo, akik sulaiman dan jampi-jampi
Telah kupasang dipinggang dan dinding hatiku.
Harini tetamu berjubel dirumahku, menawarkan batu anti tembak
Untuk keperluan unjuk rasa hura-hura
Lainnya lagi menenteng keris cung pet, golek kencono dan pusaka tombak semar juga
Tapi bukan itu yang kucari.
Sore hari selepas penat
Seorang ibu satu anak menyaranku memiliki mangkuk anti racun
Sambil memperlihatkan piring anti basi
Lengkap kembang sirihnya yang segar
Semua diperlihatkan dengan pasti,
Tapi aku tak juga tersugesti juga

Malam harinya seorang lelaki beralis putih
Dating mengetuk pintu depan
Kujamu dengan ramah meski tanpa tamah
Lelaki itu membawa barang pusaka yang berbeda
Namun katanya lebih memiliki pamor martabat,
kharismatik,
ketangguhan,
kewibawaan,
keluhuran,
derajat,
keselamatan
dan jiwa kepemimpinan

"mohon maaf kami sudah menyimpan dua pusaka Nabi"
Jawa Timur, 13 Mei 2010

Getah Hujan (belum dipublikasikan di media apapun keculai di blog pribadiku ini)

Cerpen Kehidupan
Karya Ferry Arbania

Transfigurasi Ular di Mangkuk Nabi

Kamis, 29 April 2010 | 07:36 WIB

foto

"Puisi Panjang Triyanto Triwikromo" karya Ugo Untoro. (TEMPO) Novi Kartika

TEMPO Interaktif, CERITA pendek sejatinya sebuah karya sastra yang menyajikan imajinasi verbal. Tapi, di tangan para seniman, cerpen bisa menjadi sumber inspirasi untuk menghasilkan gagasan visual, sekaligus uji rasa atas selera dan naluri artistik mereka. Tak mengherankan bila Ugo Untoro mengaku seakan mabuk dalam imajinasi yang tertransfigurasi kala cerpen karangan Triyanto Triwikromo membuatnya terdorong untuk menerjemahkannya secara visual di atas kanvas.

Maka jadilah sebuah lukisan bertajuk Puisi Panjang Triyanto Triwikromo. Lukisan berlatar warna tanah itu mencantumkan beberapa penggal tulisan tangan bersambung, “kedua tokoh pun bicara seperti sedang membaca puisi tak ada karakter di situ”.

Pengalaman Ugo merespons karya cerpen mungkin juga dirasakan 21 seniman yang menggelar pameran di Jakarta Art District, Grand Indonesia, Jakarta, 27 April-2 Mei 2010. Sebagian besar berasal dari Yogyakarta, seperti Arie Dyanto, Bambang “Toko” Witjaksono, Bobo Yudhita Agung, Dipo Andy, Eddie Hara, Gusmen Heriadi, Ugo Untoro, Hayatuddin, Jumaldi Alfi, Pande Ketut Taman, Robi Fathoni, dan Saftari.






Dalam pameran bertajuk Transfiguration yang disuguhkan Galeri Semarang itu, para seniman menggunakan satu dari cerpen karangan Triyanto Triwikromo yang terangkum dalam Ular di Mangkuk Nabi, buku kumpulan cerpen yang sempat diganjar Penghargaan Sastra 2009 dari Pusat Bahasa, Jakarta, sebagai sumber inspirasi dalam berkarya.

Simaklah lukisan karya Sigit Santosa berjudul Sepasang Tanda pada Tubuh Tersalib. Lukisan itu menggambarkan tubuh laki-laki yang terbentang dengan dua garis lurus bersimbol salib yang seolah memotong ruas tubuhnya secara simetris. Dua garis lurus berwarna merah itu juga memisahkan dua tanda bibir merah yang dikecupkan di dada kiri dan bawah pusar. Karya ini merupakan sublimasi atas cerpen yang berjudul Sepasang Ular di Salib Ungu.

Bukan hanya sebatas lukisan, cerpen Triyanto juga merasuki seniman untuk membuat karya instalasi. Hardiman Radjab, misalnya, terinspirasi cerpen berjudul Malaikat Kakus pada saat membuat karya instalasi berupa kloset duduk berwarna merah bata dengan lubang jamban yang ditutupi kaca bundar. Oleh “perupa koper” itu, sosok malaikat dalam karya bertajuk serupa dengan cerpennya tersebut dijelaskan sebagai makhluk kasatmata yang tak tergambarkan. Wahyudin justru melihatnya dengan pandangan unik. “Malaikat yang berkhianat pada Tuhan disebut setan. Dan dalam kakus ada dua setan penghuni, yakni Hubutsi (jin laki-laki) dan Khobais (jin perempuan),” ujarnya.

Menurut kurator Wahyudin, mentransformasikan imajinasi verbal menjadi khayalan visual sungguh bukan pekerjaan yang remeh. “Apalagi ketika mereka harus mengerahkan daya cipta di bawah bayang-bayang kediktatoran sang empunya cerita,” katanya. Namun jalan untuk mencampurnya tanpa perlu menonjolkan ego salah satu di antaranya tetap tersedia.

Inilah yang dilakukan perupa Eddie Hara lewat penggambaran karikaturalnya yang tak lazim. Kali ini, perupa yang dikenal sejak 1980-an itu menggunakan cerpen Triyanto berjudul Hantu di Kepala Arthur Rimbaud. Dalam lukisannya yang diberi judul Kepada Pak Lik Rimbaud yang Terhormat dan Konco-konconya, Eddie menciptakan sosok alien bercampur binatang, ada yang bertanduk lembu dengan badan robot, ada pula tikus yang berjenggot.

Cerpen tentang Rimbaud juga dituangkan Dipo Andy dengan instalasi dua mumi kelelawar yang tubuh bagian belakangnya berimpitan. Mumi yang disematkan dalam kotak kaca tersebut diberi judul Bulan Berlumur Lumpur. Sebuah imajinasi seram yang dikedepankan dari sosok hantu di atas kepala sang Rimbaud.




Namun tak selamanya karya para perupa berjalan selurus cerpen-cerpen Triyanto. Tengok saja lukisan berjudul Bacalah karya Bambang “Toko” Witjaksono. Di situ tersirat adanya sebuah perlawanan sastra: cerpen versus komik. Digambarkan sepasang muda-mudi tengah melihat sebuah komik remaja. Struktur lukisan ini dibuat persis seperti gambar dalam komik, dengan ciri khas penguatan dari dialog yang digambarkan. “Lagi baca cerpen, ya?” Lalu sang pemuda menjawab, “Mending baca komik, banyak gambarnya!”

“Ketidakberpihakan” agaknya juga merangsang A. Ibnu Thalhah. Melalui karyanya, Jangan Mau Takluk pada Rezim Teks, tapi Jangan Membakarnya!, Ibnu mengilustrasikan otak manusia yang dibelenggu oleh manusia-manusia lain yang berdempet seolah menyatu. Di bawahnya, seekor binatang lucu, yang mungkin saja merupakan perwakilan komik atau seni nonteks lainnya, tampak sigap dengan sebatang ranting kayu.

Di sinilah sebuah transfigurasi berlangsung. Tak hanya secara material, tapi lebih pada sebuah kreativitas yang terjembatani, meski menggunakan medium yang beragam.

AGUSLIA HIDAYAH

Rabu, 12 Mei 2010

bermalam sehabis gempa
menyusuri banten jawa barat
ribuan nyawa seperti mengapung, merintih dan berjejal pada lempengan tangis ibu-ibu yang meratap kepergian cinta mereka disepanjang 64 kilometer barat laut ujung kulon

16:52:50 wasiat tak terucap
lintang selatan 6.79 ibaku melaut pada 105.11 bujur timur luka-luka
dengan kedalaman 10 kilo meter maut tak terelakkan.

tangan-tangan kehidupan meraba-raba pintu surga
menandai pasir maut yang memutih
lalu kandas disebuah catatan united state geological survey
dan reruntuhan nerakapun dikibarkan bumi

6.5 SR terjadi di sekitar Selat Sunda Jumat sekitar pukul 16:52:52 WIB. Pusat gempa berada pada kedalaman 53,7 kilometer di 137 km dari selatan Teluk Betung, Sumatra, 187 km barat Sukabumi, Jawa Barat, dan 187 km barat daya Jakarta. Lokasi gempa berada pada koordinat 6.692 derajat lintang selatan dan 105.153 garis bujur timur.

Musikalisasi Puisi

Metode Alternatif Pembelajaran Apresiasi Puisi

 

…………………..
Perahu melancar bulan memancar,
Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu laut terang
Tapi terasa aku tidak ‘kan sampai padanya
……………………
Bait kedua puisi Cintaku Jauh Di Pulau di atas terasa begitu bermakna ketika dinyanyikan oleh salah seorang peserta pemilihan Bintang Radio dan Televisi tingkat nasional beberapa tahun lalu. Dengan kualitas vokal yang begitu prima didukung teknik yang nyaris sempurna peserta tersebut berhasil mengungkapkan makna tiap-tiap larik bahkan tiap-tiap kata puisi tersebut dengan kedalaman imajinasinya. Lonpatan interval melodi yang diambil dari tangga nada minor ikut memberi tekanan pada segi pemaknaan. Adalah FX. Soetopo yang menggubah lagu untuk puisi Chairil Anwar tersebut karena ternyata bukan saja puisi menjadi lebih bermakna, lebih dari itu, tokoh musik ini telah berhasil menepis isu masyarakat sastra bahwa puisi yang dilagukan akan kehilangan makna.
A. Musikalisasi Puisi
Musikalisasi puisi bukan barang baru di dunia seni. Kelompok musik Bimbo, misalnya, mereka sangat ekspresif menyanyikan puisi-puisi Taufiq Ismail atau Wing Kardjo. Sebut saja puisi Dengan Puisi Aku ciptaan Taufiq Ismail telah berhasil disenandungkan dengan baik tanpa mengubah makna puisi tersebut. Atau puisi Salju karya Wing Kardjo yang begitu manis dengan iringan dentingan gitar dan sedikit orkestrasi gaya khas Bimbo. Beberapa tahun kemudian muncul Ebiet G Ade yang mengusung puisi-puisi ciptaannya ke dalam bentuk-bentuk melodi baladis. Masih banyak lagi tokoh-tokoh musik yang memusikkan puisinya seperti : Yan Hartlan dan Rita Rubi Hartlan, juga Uli Sigar Rusady.
Tentu saja tidak semua puisi dapat dimusikalisasikan. Puisi-puisi yang bertipografi tertentu tidak bisa dibangun melodi. Dalam hal ini Rene Wellek dalam Teori Kesusastraan menyebutkan, melodisasi puisi (penggunaan notasi) sulit diterapkan pada puisi yang mirip percakapan, pidato. Puisi Cintaku Jauh Di Pulau dalam kumpulan puisi Deru Campur Debu tersebut di atas memungkinkan untuk dibangun melodi karena terdiri dari bait-bait dengan jumlah baris yang berpola. Pola pembaitan tersebut memudahkan komposer (penyusun musik) untuk membagi-bagi ke dalam pola birama tertentu.
Musikalisasi puisi acap kali diartikan sebagai teknik pembacaan puisi dengan iringan orkestrasi musik baik yang sederhana maupun orkes ansambel atau simponi. Musikalisasi puisi pada praktiknya baru sampai pada tahap mengiringi pembacaan puisi dengan beberapa alat musik seperti gitar, piano, dan alat ritmik yang lain. Memang ada sebagian dari mereka sudah menyanyikannya namun belum disusun dalam bentuk teks lagu. Sedangkan musikalisasi yang sebenarya (melodisasi puisi) dalam konteks ini sudah merupakan kegiatan menyanyikan puisi total dengan memberi melodi, pola ritme, pemilihan jenis tangga nada, hingga pemberian rambu-rambu dinamik dan ekspresi pada puisi tertentu. Pada praktiknya, kegiatan menyanyikan puisi ini lebih menarik diterapkan pada sekolah-sekolah, mulai sekolah dasar hingga sekolah lanjutan. Kegiatan musikalisasi puisi jenis ini ternyata diminati mereka yang ingin menggunakan cara lain dari sekadar membaca puisi. Anak-anak usia SD hingga SMU, dari tahap pengkhayal hingga tahap realistik sudah dapat diajak menyanyikan puisi, tentu saja dengan tidak menghilangkan otoritas puisi sebagai suatu karya seni. Otoritas puisi sebagai salah satu karya seni harus tetap dijaga, sehingga makna yang terkandung di dalamnya tetap utuh, tidak bergeser.
B. Mengapa Puisi Dinyanyikan?
Jika kita mencermati lagu-lagu anak-anak muda masa kini, dengan tidak mengabaikan proses kreatifitas mereka, kita dihadapkan pada ungkapan-ungkapan yang serba sederhana, polos dan vulgar. Menangkap syair dalam lagu mereka hampir tidak memerlukan energi untuk menafsirkan makna. Yang penting bagi mereka adalah pesannya capat sampai pada sasaran. Musik rap adalah satu contoh bagaimana kata-kata disusun secara sederhana, tidak perlu melalui proses kontemplasi terhadap nilai-nilai estetis. Perenungan terhadap nilai estetis itulah yang kita harapkan bisa menambah wawasan berkesenian, sekaligus sebagai sarana apresiasi terhadap suatu karya seni. Dari sinilah siswa dapat menghargai karya seni dan mempunyai kepekaan terhadap sesuatu yang indah.
Jika hal ini dapat diterapkan, tidak sia-sia FX. Soetopo dan RAJ. Soedjasmin membuat komposisi untuk dua puisi Chairil Anwar tersebut. Masalah yang dihadapi kemudian adalah, bagaimana tanggapan sastrawan khususnya penyair, terhadap gagasan melodisasi puisi ini. Pro dan kontra selalu terjadi terhadap sesuatu yang belum pernah dicobakan. Lazim atau tidak, setuju atau menolak, yang jelas tidak semua penyair mencak-mencak ketika puisinya menjadi populer ketika dinyanyikan. Ketika seorang Ebiet G Ade menyanyikan puisi-puisinya dan laris di pasaran kaset, L. Tengsoe Tjahjono berpendapat lain terhadap proses kreatif ini. Toh Ebiet, Bimbo, dan Taufiq Ismail tetap berjalan beriringan. Segi intrinsik dan otoritas puisi sebagai karya sastra tidak akan terganggu sebagaimana yang diutarakan pengamat sastra tadi. Jika ada cara lain yang lebih menarik dan diminati siswa dalam mengapresiasi puisi, mengapa tidak dicobakan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya puisi. Uraian ini sekadar mencari alternatif lain cara mengapresiasi puisi disamping cara yang sudah biasa dilakukan seperti pembacaan puisi dan berdeklamasi.
C. Manfaat Yang Diperoleh
Musikalisasi puisi yang dimaksud pada buku ini bukan sekadar membacakan puisi dengan diiringi permainan musik seperti kebanyakan orang melakukannya, tetapi sudah melibatkan penggunaan unsur-unsur musik antara lain : melodi, irama/ritme, harmoni, yang diwujudkan dalam bentuk lembaran musik (partitur).
Untuk lebih memudahkan penyampaian kepada siswa dan guru yang tidak terbiasa membaca notasi balok maupun angka, guru bisa memanfaatkan kaset rekaman yang mudah di dapat. Guru bersama-sama siswa tentu akan lebih mudah melakukan apresiasi puisi dari media tersebut dibandingkan sekadar membacakannya. Untuk melengkapi bahan apresiasi, guru bisa mengumpulkan media serupa yang diambil dari kaset lagu-lagu Bimbo, Ebiet G Ade, Rita Rubbi Hartlan, dan lain-lain.
1. Bentuk Karya
Bentuk fisik karya Musikalisasi Puisi ini ada 2 (dua), yakni teks lagu (partitur) dan media Compact Disk (CD) atau kaset yang berisi rekaman puisi yang dibacakan dan dilagukan.
a. Partitur musik : adalah teks lagu yang berisikan puisi-puisi yang diaransemen ke dalam bentuk lembaran musik yang berupa : melodi, irama/ritme, dan harmoni, (teks terlampir)
b. Compact Disk atau kaset rekaman : adalah hasil rekaman pembacaan puisi dan nyanyian yang diambil dari puisi yang sudah dibacakan.
Kedua bentuk fisik tersebut akan sangat membantu baik guru maupun siswa dalam mengapresiasi sebuah puisi.
Karya ini bermanfaat tidak saja bagi siswa dan guru, tetapi juga bagi komunitas pencinta sastra khususnya apresian puisi.
2. Manfaat bagi siswa
a. mudah menghafal puisi mulai dari pembaitan hingga tipografi puisi,
b. mudah memahami isi puisi dari penggunaan tangga nada dan pola ritme,
c. memberikan keleluasaan bagi siswa untuk memilih cara yang paling mudah untuk mengapresiasi puisi,
d. memberikan tambahan khasanah lagu baru di samping lagu-lagu yang sudah biasa dinyanyikan,
e. mengajari siswa untuk menhargai karya orang lain,
f. mengajari siswa untuk bersikap positif,
3. Manfaat bagi guru
a. memudahkan guru untuk mengajarkan pembelajaran apresiasi puisi,
b. memberikan variasi pilihan/alternatif pembelajaran puisi di kelas,
c. memancing guru untuk kreatif dan inovatif dalam pembelajaran sastra dan Bahasa Indonesia pada umumnya,
d. memperkaya khasanah lagu bagi guru,
4. Manfaat bagi pencinta/apresian
a. memberikan pilihan alternatif bagi apresian untuk mengapresiasi puisi,
b. memancing kreativitas para pencinta sastra untuk mengembangkan daya imajinasinya,
5. Dampak/Pengaruh Yang Diharapkan
Dampak dan pengaruh yang ditimbulkan dari mengapresiasi karya sastra ini adalah :
1. Bagi siswa :
  • Ø siswa lebih menyenangi pembelajaran sastra,
  • Ø terbentuknya sikap dan moral siswa untuk menghargai karya orang lain, menghargai alam ciptaan Tuhan, mencintai kedamaian, dll,
  • Ø siswa mendapatkan pengalaman baru dari mengapresiasi puisi,
2. Bagi guru :
  • Ø guru lebih kreatif dalam memberikan pembelajaran apresiasi sastra,
  • Ø guru lebih menyenangi pembelajaran apresiasi sastra,
  • Ø guru merasa lebih yakin memberikan pembelajaran di depan kelas,
Dampak yang langsung dirasakan baik bagi siswa maupun guru adalah terciptanya iklim yang sejuk dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang menggunakan pendekatan komunikatif bisa langsung dirasakan oleh guru maupun siswa.
Metode Musikalisasi Puisi ini sifatnya universal dan sangat fleksibel dalam penerapannya. Semua jenjang pendidikan, mulai SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA tentulah mendapatkan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, oleh karena itu sangat tepat jika metode ini diterapkan. Tentu saja puisi-puisi yang dijadikan bahan apresiasi serta tingkat kesulitan lagunya disesuaikan dengan usia jenjang pendidikan.
D. Bagaimana Metode Musikalisasi Puisi Diterapkan?
Tentu tidak semua guru bahasa Indonesia dapat menerapkan metode ini karena tidak semua guru bahasa bisa menyanyi apalagi mengajarkanya kepada siswa siswa. Cara paling mudah adalah mendengarkan hasil rekaman yang berisi puisi-puisi yang sesuai untuk diajarkan di jenjang pendidikan tertentu. Puisi-puisi Taufiq Ismail dan Wing Kardjo yang penulis sebutkan di atas sesuai untuk usia SMP dan SMA dengan pertimbangan bahwa puisi tersebut mudah untuk dipahami maknanya. Hasil rekaman berbentuk kaset sudah lama dikenal orang. Cara kedua yakni dengan melibatkan guru kesenian yang ada untuk mengajarkan bagaimana mengajarkan membaca notasi dan melagukannya. Tahap pemaknaan tetap dilakukan oleh guru bahasa bersangkutan. Puisi Cintaku Jauh Di Pulau atau Aku (Semangat) karya Chairil Anwar sudah digubah dalam bentuk lagu oleh FX. Soetopo dan RAJ. Soedjasmin. Kedua puisi tersebut, menurut Situmorang sesuai diajarkan untuk tingkat SMU.
Untuk mendukung penerapa teknik musikalisasi puisi perlu sedikit penguasaan unsur-unsur musik secara umum. Unsur-unsur musik yang dimaksud adalah : nada, melodi, irama, harmoni, serta unsur pendukung lain seperti ekspresi, dinamika, serta bentuk lagu.
1. Nada
Nada merupakan bagian terkecil dari lagu. Nada (tone) dalam pengertian musik adalah suara yang mempunyai getaran tertentu dan mempunyai ketinggian tertentu. Nada dalam tangga nada diatonis mempunyai jarak interval tertentu juga. Dalam kegiatan musikalisasi puisi nada merupakan unsur dasar.
2. Melodi
Nada-nada (tone) di atas akan bermakna jika disusun secara horizontal dengan lompatan-lompatan (interval) tertentu. Nada-nada yang disusun secara horizontal dengan lompatan (interval) tertentu itu dinamakan melodi. Melodi inilah yang kemudian menjadi kalimat lagu dan terdiri dari frase-frase serta tema tertentu. Deretan melodi kemudian menjadi lagu.
3. Irama
Irama menentukan bentuk lagu. Irama di dalam musikalisasi puisi menjadi sangat penting untuk memberi jiwa dari puisi yang diapresiasi. Puisi yang bersemangat seperti “Aku”-nya Chairil Anwar menjadi lebih bermakna dengan penggunaan birama 4/4 dengan tempo sedang serta perubahan tempo accelerando (dipercepat) dan rittardando (diperlambat). Birama (sukat) adalah (angka pecahan : 2/4, ¾, 4/4, 6/8, 9/8) yang merupakan petunjuk akan jiwa lagu. Puisi-puisi baladis Ebiet G Ade kebanyakan menggunakan birama 4/4, sedangkan puisi-puisi religius Taufiq Ismail digubah Bimbo dengan birama ¾. Meskipun birama ¾ kebanyakan digunakan untuk lagu-lagu walz, tetapi ternyata serasi dengan puisi religius dengan orkestrasi versi Bimbo.
4. Tangga nada
Penggunaan tangga nada berpengaruh besar terhadap penjiwaan puisi. Di dalam musik tangga nada diatonis (terdiri 7 nada pokok dan 5 nada sisipan) merupakan tangga nada yang banyak dipakai dalam musikalisasi puisi, sedangkan tangga nada pentatonic lebih banyak dipakai dalam seni musik tradisional jawa (karawita) seperti macapatan. Penggunaan tangganada minor dipakai untuk puisi-puisi atau lagu yang berjiwa melankolis, sendu, sedih, duka, pesimistis. Sajak “Cintaku Jauh Di Pulau”-nya Chairil Anwar sangat sesuai dengan tangga nada minor, sedangkan “Semangat”-nya Chairil Anwar lebih gagah dengan menerapkan tangga nada mayor yang lebih dekat dengan jiwa optimis, gagah, berani, riang, gembira.
Lagu-lagu yang menggunakan tangga nada mayor memang kebanyakan bersemangat, optimistis, dan riang, sedangkan penggunaan tangga nada minor lazimnya digunakan untuk lirik-lirik yang melankolis, pesimistis, duka, lara. Dalam seni musik, tangga nada mayor dan minor kadang-kadang digunakan dalam satu lagu. Lagu “Sepasang Mata Bola”, ciptaan Ismail Marzuki merupakan salah satu contoh penggunaan tangga nada minor. Awal lagu itu menggunakan tangga nada minor sesuai dengan lirik bait 1 dan 2, sedangkan pada bait refrain (bait yang sering diulangi) menggunakan tangga nada mayor.
Tangga nada pentatonic (5 nada pokok) kebanyakan digunakan dalam seni musik tradisional (seni karawitan). Namun demikian tangga nada ini juga sering mewarnai penggunaan tangga nada diatonis minor, terutama laras pelog yang memang bias disejajarkan dengan tangga nada diatonis.
5. Tempo
Tempo menentukan karakter lagu. Tempo secara umum adalah sesuatu yang berhubungan dengan cepat lambatnya lagu dinyanyikan (musik dimainkan). Dalam permainan musik, tempo dinyatakan dengan tanda yang merupakan rambu-rambu yang harus ditepati dalam menyanyikan lagu. Pengelompokan tempo terdiri dari golongan tempo cepat, tempo sedang, tempo lambat, serta perubahannya. Kecepatan lagu diukur dengan alat pengukur yang disebut Metronome buatan Maelzel. Metronome ini yang akan memberikan petunjuk seberapa cepat dan seberapa lambat lagu dinyanyikan.
6. Tempo lambat
Lento = lambat
Adagio = lambat sedang
Largo = lambat sekali
7. Tempo sedang
Andante = seperti orang berjalan
Moderato = sedang
8. Tempo cepat
Allegro = cepat
Allegretto = agak cepat
Presto = sangat cepat.
9. Tempo perubahan
Rittenuto (ritt) = dipercepat
Accelerando (accel) = diperlambat
A tempo (tempo primo) = kembali ke tempo semula.
6. Dinamik
Kadangkala suatub lagu dinyanyikan dengan sangat lembut pada awal penyajian, kemudian berangsur-angsur keras, atau mendadak keras, kembali melembut pada bagian tertentu, kemudian mengeras atau melembut pada bagian akhir (ending). Perubahan keras-lembutnya lagu ini akan memberikan nuansa penjiwaan pada penyajian lagu. Di dalam musik, keras lembutnya lagu ini ditandai dengan rambu-rambu dinamik, sedangkan tanda-tandanya disebut tanda dinamik yang berupa istilah maupun tanda (signal). Rambu-rambu dinamik itu ditulis di bagian-bagian lagu yang memerlukan perubahan keras-lembut.
Sekadar gambaran, secara garis besar dinamik dibagi menjadi 2 bagian yakni :
a. Tanda dinamik keras :
f = forte, berarti keras
ff = fortissimo, berarti sangat keras
fff = fortissimo assai, berarti sekeras-kerasnya
mf = mezzoforte, setengah keras.
Keterangan : batas antara forte dan fortissimo, serta fortissimo assai relatif kecil, karena di dalam musik vocal batas dinamik tersebut tidak dapat diukur dengan alat.
b. Tanda dinamik lembut :
p = piano, berarti lembut
pp = pianissimo, berarti sangat lembut
ppp = pianissimo possible, berarti selembut-lembutnya
mp = mezzopiano, setengah lembut.
Keterangan : batas antara piano dan pianissimo, serta pianissimo possible relatif kecil, karena di dalam musik vocal batas dinamik tersebut tidak dapat diukur dengan alat.
c. Perubahan dinamik :
Perubahan dinamik dibimbing dengan penggunaan tanda (signal) atau istilah pada bagian lagu yang memerlukan perubahan. Tanda-tanda tersebut antara lain :
< : crescendo, berarti menjadi keras
> : decrescendo, berarti menjadi lembut
<> : meza di voce, berarti menjadi keras kemudian kembali menjadi lembut dalam satu frase,
7. Ekspresi
Ekspresi menjadi bagian terpenting dalam menyajikan sebuah lagu. Keberhasilan menterjemahkan karya seni musik menjadi tantangan terbesar bagi seorang penyanyi dalam membawakan sebuah lagu. Dalam lembaran musik, ekspresi selain timbul secara alamiah dari seorang penyanyi (internal), juga dapat dituntun dengan tanda (signal) berupa istilah, ungkapan dalam bahasa asing. Istilah ekspresi itu lazimnya ditulis pada bagian awal lagu setelah tanda birama (sukat), tetapi kadangkala juga ditulis di bagian tengah lagu yang memerlukan perubahan ekspresi. Lagu “Cintaku Jauh Di Pulau”, karya Chairil Anwar, digubah ke dalam lagu oleh F.X. Soetopo dengan membubuhkan tanda ekspresi Andante Con Expresivo, yang merupakan gabungan dari tanda tempo Andante, berarti pelan, dan Con Expresivo, berarti dengan penuh ekspresi. Tentu saja setiap lagu mempunyai ekspresi berbeda tergantung isi/tema puisi/liriknya.
8. Harmoni
Harmoni menjadi sangat dibutuhkan ketika musikalisasi puisi sudah sampai pada tahap orkestrasi yang melibatkan unsur instrumen musik iringan. Pada tahap ini peran iringan adalah memadukan unsur melodi, ritme, tempo, dinamik, serta ekspresi lagu. Harmoni selalu dikaitkan dengan keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara unsur yang satu dengan lainnya. Di dalam musik, harmoni juga berarti keselarasan antara unsur-unsur musik. Pada seni musik karawitan Jawa, harmoni sering dikaitkan dengan istilah ‘nges’, yaitu rasa musikal yang memadukan antarunsur, sedangkan dalam musik umum, selain ‘nges’, harmoni juga berarti keterpaduan antara nada satu dengan nada yang lain.
Pengertian praktis dan sederhana, harmoni dalam musik diatonis adalah dua nada atau lebih (dwinada, trinada) pada tangga nada diatonis dibunyikan secara bersamaan yang menghasilkan perpaduan nada yang harmonis. Perkembangan berikutnya, gabungan nada-nada tersebut dikelompokkan menjadi tingkata-tingkatan akor (harmoni) yang kelak akan sangat memberi dukungan pada penyajian lagu.
Pada praktik penyajian musikalisasi puisi, peran harmoni ini ditumpukan kepada instrumen harmonis, seperti (yang paling ringan) adalah gitar. Gitar merupakan alat paling sederhana dan relatif mudah dalam membentuk harmoni dalam musikalisasi puisi. Pada tingkat yang lebih sulit dan relatif mahal, peran gitar biasanya digantikan oleh piano, harpa, atau ansambel, bahkan orkes besar seperti simponi. Rambu-rambu harmoni pada tulisan musik (partitur) biasanya sudah ditulis oleh penyusun komposisi, namun dalam musikalisasi puisi, rambu-rambu itu bukan harga mati, artinya pelaku musikalisasi puisi dapat membuat variasi hiasan (ornamentasi) musikal sejauh masih dalam batas wajar dan enak dinikmati dari segi audio.
Penggunaan harmoni manual pada piano untuk musikalisasi puisi sering kita dengarkan pada penyajian lagu-lagu seriosa Indonesia seperti festival pemilihan bintang radio dan televisi tahun-tahun 80-an, sedangkan Bimbo, Ulli Sigar Rusady, Ebiet G Ade, banyak menggunakan gitar dan orkestrasi.
9. Bentuk Lagu
Bentuk lagu yang dimaksud adalah komposisi lagu secara tertulis/tekstual. Bentuk lagu akan tergantung kepada tipografi lirik yang diikutinya. Kalimat lagu akan disesuaikan dengan struktur pembaitan puisi yang dimusikkan. Puisi lama seperti pantun, seloka, gurindam yang mempunyai struktur pembaitan baku akan lebih mudah untuk dibentuk kalimat lagu, namun bukan berarti puisi baru dengan tipografi yang tidak jelas pembaitannya tidak bias dibuat lagu. Puisi-puisi Sutardji Calzoum Bacri bahkan bias dibuat komposisi musik.
Pada sajak “Pahlawan Tak Dikenal” karya Toto Sudarto Bachtiar, pembaitannya cukup membantu untuk dibuat komposisi lagu. Struktur kalimat lagu menjadi mudah dipolakan. Sedangkan sajak “Semangat”, yang kemudian diubah menjadi “Aku” oleh pengarangnya sendiri Chairil Anwar begitu sulit memolakan pembaitan musik, namun demikian R.A.J.Soedjasmin, penggubah lagu untuk sajak tersebut begitu manis dan rapi menyusun kalimat lagunya sehingga sajak tersebut menjadi lebih bermakna ketika dinyanyikan.
E. Tahap-tahap Pembelajaran Musikalisasi Puisi
  1. Tahap Pembacaan Puisi
Pada tahap pembacaan puisi ini, siswa diajak membaca puisi secara keseluruhan dengan memperhatikan teknik baca puisi. Salah satu siswa diberi tugas membaca puisi dengan teknik yang sudah pernah diajarkan dengan memperhatikan nada, irama, rima, intonasi, serta artikulasi yang tepat. Dipilih puisi yang pendek serta relatif mudah memahami isi yang terkandung di dalamnya. Puisi yang bertemakan pahlawan sangat disenangi oleh anak-anak usia SD sampai SMP, ambillah contoh sajak “Karangan Bunga” karya Taufiq Ismail atau sajak “Pahlawan Tak Dikenal” karya Toto Sudharto Bachtiar. Pengamatan guru (pengamat) dipusatkan selain pada teknik pembacaan puisi juga pada sikap, minat, serta motivasi siswa dalam mendengarkan pembacaan puisi tersebut. Jika terdapat kegaduhan atau ketidakacuhan siswa berarti siswa tidak berminat terhadap teknik seperti ini, walaupun demikian kegiatan ini harus tetap dilangsungkan. Dalam memberikan motivasi terhadap siswa, seyogianya dihindarkan cara-cara pemaksaan dan tugas terlalu berat karena akan semakin menjauhkan siswa dari puisi.
  1. Tahap membaca nada dan melodi
Kegiatan inti dari musikalisasi puisi adalah mengekspresikan puisi dengan menyanyikan bait-bait puisi yang diapresiasi. Disebutkan di depan bahwa kegiatan paling mudah dalam mengapresiasi puisi melalui metode musikalisasi puisi adalah mendengarkannya dari kaset rekaman, VCD, atau perangkat elektronik lainnya. Dewasa ini sangat mudah mencari rekaman grup Bimbo, Ebiet G Ade, atau grup-grup musik lain dengan mengambil dari internet (download), jika sulit menemukan rekaman dalam bentuk kaset. Namun demikian, akan lebih lengkap jika kepada siswa juga disajikan teks lagu (partitur musik) dari puisi yang diapresiasi. Dalam hal ini, (seandainya guru bahasa Indonesia tidak terampil membaca notasi musik), dapat melibatkan guru musik yang mempunyai kompetensi di dalam membaca nada/melodi lagu.
Tahap membaca nada/melodi ini seperti layaknya mengajarkan lagu dengan menggunakan notasi, baik notasi balok maupun notasi angka. Karena kepentingannya untuk menyanyikan lagu, lebih baik menggunakan notasi angka. Selain efisien, juga mudah mengajarkannya. Baris demi baris siswa diajak menyanyikan melodi dengan teknik solmisasi, hingga keseluruhan lagu. Pada tahap ini akan dijumpai perubahan sikap siswa, dan pengamat seyogianya mencatat setiap perubahan, perkembangan yang dialami siswa (apresian).
  1. Tahap menyanyikan puisi
Jika melodi lagu sudah dikuasai, tahap berikutnya adalah menyanyikan puisi sesuai melodi. Kegiatan ini dilakukan dengan membagi dua kelompok. Kelompok satu menyanyikan melodi, sedangkan kelompok lainnya menyanyikan syairnya secara bergantian.
  1. Tahap memaknai isi puisi
Menjelang akhir pembelajaran siswa diajak untuk mendengarkan (mengapresiasi) puisi yang sudah dinyanyikan dari kaset rekaman (Bimbo, Ebiet G Ade, buatan MGMP). Kemudian pengalaman apa yang diperoleh siswa setelah mendengarkan (atau bahkan melakukan sendiri) melodisasi puisi.
E. Kendala Yang Dihadapi
Setiap metode pembelajaran selalu dihadapkan pada masalah dalam penerapannya. Kendala yang dihadapi dalam metode pembelajaran melagukan puisi ini adalah tidak semua guru bisa membaca melodi. Jika demikian yang terjadi, guru bahasa perlu melibatkan guru seni musik yang ada untuk mengajarkan lagu, sedangkan segi pemaknaan adalah hak guru bahasa. Cara paling mudah adalah dengan mendengarkan kaset lagu-lagu yang berisi puisi-puisi, seperti : Bimbo dengan puisi Taufiq Ismail dan Wing Kardjo, Ebiet G Ade dengan puisi-puisinya, dan lain-lain.
Pada bagian akhir tulisan ini, penulis melampirkan teks/partitur berjudul Cintaku Jauh di Pulau, karya Chairil Anwar yang digubah kedalam bentuk lagu oleh FX. Soetopo. Semoga tulisan ini berguna dan bisa dicobakan di sekolah-sekolah.
F. Penutup
Untuk memperoleh hasil yang maksimal, metode pembelajaran melodisasi puisi ini perlu diujicobakan baik di tingkat SD, SLTP dan SMU, mulai tahap mengkhayal hingga pada tahap realistik. Metode ini memang memerlukan keterampilan khusus, terutama kepekaan terhadap nilai seni atau nilai estetika dari para guru bahasa pada umumnya dan bahasa Indonesia khususnya. Penulis juga menyadari, bahwa semua metode memang memerlukan waktu panjang untuk bisa diterapkan, apalagi metode pembelajaran melodisasi puisi ini masih baru dan jarang mendapatkan perhatian dari para guru bahasa mengingat tidak semua guru bahasa mempunyai minat dan perhatian kepada seni musik.

Jumat, 07 Mei 2010

Bagai Ulat Sutera

Beberapa ekor ulat sutera yang terus bekerja memakan semua daun pepohanan. Lambat laun, daun tersebut 'renggis' sehingga makin lama kelihatannya pohon itu tidak tampak lagi kesempunaannya sebagai pohon yang bisa memberi kesegaran bagi burung-burung yang ingin bertengger, berteduh dan berkejar-kejaran diantara satu dahan ke dahan lain sambil berkicau dan menikmati kenyamanan di sekitar. Kini nampaknya burung-burung telah enggan untuk singgah karena daya tarik pohon tersebut hampir hilang.

Ulat sutera kelihatannya berusaha sekeras mungkin ingin membuat sarang yang terindah dan merubah diri menjadi seekor kepompong. Sehingga semakin ia menyelimuti dirinya dalam kepompong semakin berkurang kesempatannya melepaskan diri dari keadaan itu, akibat dari ulahnya sendiri, akhirnya ia mati karena kepedihannya.

Disini dapat kita gambarkan orang yang dalam hidupnya senantiasa ingin merebut harta dan kedudukan. Pikirannya hanya tertuju bahwa di dunia ini dengan harta dan jabatan akan membawa ketenangan. Begitu pula seperti ulat sutera, yang terus menggerogos seisi daun pepohonan yang digambarkan bagai kehidupan dunia yang merupakan ladang amal untuk kehidupan akhirat. Selagi ladangnya masih kita pergunakan dengan baik, niscaya kita akan memetik hasilnya. Tiadalah berguna harta, pangkat dan jabatan ini yang nantinya akan terputus oleh kematian.

Orang serakah akan hal tersebut, dia pasti merasakan sempitnya kehidupan dan yang menghimpitnya bukanlah orang lain, melainkan hartanya sendiri yang telah diusahakan, kedudukannya sendiri yang telah dicapai, namun amanat tersebut tidak diemban dengan baik dan bijaksana. Begitu pula pemimpin yang serakah akan kedudukannya, dengan kedudukan tersebut ia merasakan kesempitan dalam berbuat. Maka dengan jabatannya itu, ia mengumpulkan segala yang ada demi terpenuhi hajatnya sendiri. Bak ulat sutera yang giat mengumpulkan bahan untuk membangun kediamannya dalam kepompong. Pemimpin yang serakah senantiasa mengumpulkan segala yang ada sekedar memenuhi kebutuhan pribadi semata. Pada akhinya nanti dari apa yang telah didapati bukannya menjadi ketenteraman bagi dirinya, melainkan suatu malapetaka besar yang ia lalui, serta kepedihan di atas kedudukannya.

Pemimpin yang ideal itu dia tidak terlarut dengan kemewahan, yang turut sama merasakan kesengsaraan rakyat, penuh tawadhu', tawakkal, bijaksana dalam keputusan, dan lebih mementingkan bawahan daripada kepentingan pribadi. Sehingga segala fitnah terlepas dari kehidupannya, walaupun ada, itu merupakan suatu rintangan dari orang-orang yang selalu ingin membuat kerusakan dan kehancuran, namun dari raut wajahnya akan tampak ketenangan yang menyelimuti. Karena dia sadar bahwa segala perbuatannya tidak terlepas dari pandangan Allah S.W.T, dan meyakini bimbingan Allah pasti akan selalu tercurahkan kepada hamba yang selalu tawakkal, ikhlas dan berharap hanya kepada-Nya.

Bukan malah sebaliknya, dengan kepemimpinannya, tidak tampak tanda-tanda kebaikan, tapi yang ada perpecahan, kezaliman yang semakin menjadi-jadi, dan kerusakan makin bertambah, kayaknya seperti pepohonan yang hancur dimamah ulat sutera, begitupula kehidupan akan bertambah hancur dengan kepemimpinan seperti ini yang hanya mementingkan kehidupan duniawi.

Dalam surat Al-A'la ayat 16-17 Allah swt. berfirman: "Tapi kamu lebih menyukai kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat lebih baik dan kekal." Dan dalam firman Allah surat Al-Qiyamah ayat 20-21: "Sesekali janganlah demikian, sesungguhnya kamu menyintai kehidupan duniawi, dan meninggalkan kehidupan akhirat."

Dengan adanya batasan ini yang telah diterangkan oleh Allah swt, seorang pemimpin hendaklah lebih mengetahui bahayanya kehidupan duniawi. Diantara simbol bahaya bagi pemimpin adalah berbuat kezaliman. Hal ini ia harus lebih lihai mengetahui daripada rakyatnya, apakah perbuatannya termasuk menzalimi? Dengan memahami tersebut dan terlaksana seadanya, maka ia akan terlepas dari perbuatan yang merusak orang lain dan dirinya sendiri.

Wahai pohon, janganlah engkau bersedih, karena ulat-ulat akan segera musnah, kerusakanmu bukanlah sebuah kehancuran, tapi dirimu hanya kehilangan kesempurnaan. Walau demikian kesempurnaanmu akan kembali pulih, karena perubahan musim akan segera berganti. Daun-daunmu akan tumbuh, dengan keadaan yang segar dan muda, ditambah lagi engkau bakal dihiasi oleh bunga-bunga yang menarik warnanya lagi harum baunya.

Begitu pula kehidupan ini, zaman yang setiap episodenya akan berganti, walau banyak korban yang menjadi mangsa di masa lalu. Biarpun dunia ini banyak kerusakan yang dilakukan oleh tangan-tangan perusak. Namun kehidupan tidak akan pernah hancur sebelum Allah menghendakinya. Malah manusia itu sendirilah yang akan hancur dan binasa atas perbuatannya. Lantas kehidupan dunia akan lebih sempurna bila generasi baru bisa tumbuh dengan baik, dan memimpin dengan baik pula karena perubahan masa pasti berganti, ditambah lagi dihiasi dengan akhlakul karimah, sopan santun, dan terpercaya, maka akan membawa keharuman dan kesegaran dalam menempuh kehidupan.

Bagi yang terlanjur dengan keserakahannya, bukanlah suatu kehinaan yang tidak bisa diubah dengan kebaikan. Seperti pohon itu pula tadi, walau segalanya hancur seperti harta, jabatan, bahkan dirinya sendiri. Namun dia masih mempunyai hati nurani yang bersih untuk berubah dan berbuat lebih baik dari masa silamnya yang penuh kesalahan dan dosa. Sesungguhnya Allah mengampuni hambaNya yang betul-betul mengakui kesalahnnya dan bertaubat.

Wallahu a'lam

nb: tulisan ini pernah diterbitkan di buletin.

STRUKTUR CERPEN

Struktur cerpen terbentuk dari lima unsur yang saling berkaitan, yaitu perbuatan, penokohan, latar, sudut pandang, dan alur (plot). Tokoh yang dikisahkan melakukan perbuatan atau tindakan yang terjadi pada waktu dan tempat (latar) tertentu berdasarkan tahapan-tahapan tertentu (plot) dari sudut pandang (pusat pengisahan) penulisnya. Daya pikat sebuah teks cerpen sangat ditentukan oleh keterampilan sang penulis dalam menyatukan unsur-unsur cerita sehingga mampu merangsang minat pembaca untuk mengetahui jalan cerita selanjutnya.
Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah membangun karakter tokoh. Ada banyak cara yang bisa digunakan, di antaranya:
  • Melalui ucapan-ucapan si tokoh: Ucapan si tokoh dalam menggambarkan karakternya. Orang yang sopan tentu berbeda cara ngomongnya dengan orang yang bengal. Orang pemarah tentu beda cara ngomongnya dengan orang yang penyabar. Demikian seterusnya.
  • Melalui pemberian nama: Dalam kehidupan nyata, nama seseorang memang tidak identik dengan sifat dan perilaku orang tersebut. Namun, dalam dunia fiksi, kita bisa memberikan nama-nama tertentu untuk memberikan kesan karakter yang berbeda-beda. Misalnya, nama Dewi cenderung berkesan anggun dan keibuan. Sedangkan, nama Susan cenderung berkesan centil dan genit. Pemberian nama juga hendaknya disesuaikan dengan setting cerita dan karakter etnis dari tokoh tersebut. Misalnya, aneh rasanya jika kamu menceritakan seorang tokoh yang beragama kristen, tetapi dia bernama Abdullah. Atau, kamu menceritakan tentang seorang tokoh yang ber-etnis Jawa, dan sejak lahir hingga dewasa tinggal di Kendal, tetapi dia bernama Michael. Kalaupun kamu harus memberikan nama yang seperti itu, hendaknya kamu memberikan penjelasan yang memadai mengenai hal itu (mengapa orang Jawa yang sejak lahir tinggal di Kendal bisa punya nama Michael, dan sebagainya)
  • Melalui diskripsi yang disampaikan oleh si penulis: Ini adalah cara yang cukup umum dan gampang. Contohnya: “Wina adalah gadis yang amat penyabar, ia selalu memulai ucapannya dengan senyuman.”
  • Melalui pendapat tokoh-tokoh lainnya di dalam karya tersebut, contoh: Nia berkata, “Joko itu pelit banget deh. Masa udah ketahuan di dompetnya banyak duit, dia ngaku lagi bokek!”
  • Melalui sikap atau reaksi si tokoh terhadap kejadian tertentu, contoh: Ketika seorang anak memecahkan gelas, apa yang dilakukan ibunya? Dalam hal ini, kita harus merumuskan dulu secara jelas, bagaimana karakter si ibu. Apakah dia pemarah, penyabar, suka mencaci-maki, dan sebagainya. Jika yang diceritakan adalah seorang ibu yang penyabar dan penuh pengertian, tentu tidak akan membuat kalimat yang menceritakan bahwa si ibu marah besar lalu memaki-maki anaknya.
Jangan sekali-lagi merusak karakter tokoh dengan hal-hal yang kontradiktif. Misalnya: kamu menceritakan tentang tokoh Ali yang penyabar dan selalu santun dalam bicara. Namun dalam sebuah bagian cerita, kamu membuat kalimat seperti ini: Ali sangat terkejut mendengar cerita Hasan. Dadanya bergemuruh, mukanya merah, dan ia menatap Hasan penuh kebencian. “Bajingan loe!” teriaknya dengan kasar.
***
Teks sastra yang kamu buat akan menjadi lebih bermakna jika dibaca orang lain. Oleh sebab itu, kamu perlu memublikasikan teks karyamu ke media massa, majalah sekolah/remaja/umum, koran, atau tabloid. Sekarang ini, cerpen/puisi ”dimanjakan” oleh berbagai media. Hampir setiap penerbitan selalu menyediakan rubrik cerpen/puisi. Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ada baiknya, kamu memiliki beberapa alamat redaksi majalah/koran. Lebih bagus lagi jika memiliki alamat e-mail; lebih murah dan praktis.
Jangan putus asa kalau gagal dimuat. Resep menjadi penulis sukses tidak mengenal putus asa dalam kamus hidupnya. Yang penting menulis, menulis, dan menulis. Yang tidak kalah penting, kamu harus banyak membaca teks sastra yang dimuat di berbagai koran atau majalah. Kalau mengalami kebuntuan dalam menulis?
  • Salinlah beberapa paragraf atau halaman dari buku kesukaanmu.
  • Tirulah gaya penulis favoritmu.
  • Berusahalah menulis dengan gaya yang baru bagimu.
  • Petakan kebuntuanmu menulis dalam bentuk gambar. Gunakan imajinasimu. Gambarlah apa saja. Melalui kegiatan ini “kedua belah otak” kamu bekerja dan merangsang pikiran kreatif.
***
Itulah beberapa wejangan yang sempat saya sampaikan kepada para awak STESA. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh, saya meminta salah seorang peserta untuk membacakan cerpen “Perempuan Bergaun Putih”. Suasana hening tampak bergelayut di bukit Cokrokembang. Suasana singup yang terbangun lewat kerangka cerita yang agak mistis serasa hadir di perbukitan yang berseberangan dengan Kalikutha itu. Saya berharap, semoga kelak mereka bisa menjadi penulis ternama yang karya-karyanya turut mewarnai dinamika kesusastraan Indonesia mutakhir. ***
Dipetik dari sawali.info

Sekilas Tentang Arya Wiraraja

Aria Wiraraja Aria Wiraraja atau Banyak Wide adalah tokoh pengatur siasat Raden Wijaya dalam usaha penaklukan Kadiri tahun 1293 dan pendirian Kerajaan Majapahit. Aria Wiraraja dan Keruntuhan Singhasari Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya mengisahkan Arya Wiraraja semula menjabat sebagai rakryan demung pada masa pemerintahan Kertanagara di Singhasari. Namun karena sikapnya menentang politik luar negeri raja, ia pun dipindahkan menjadi bupati Sumenep. Wiraraja merasa sakit hati. Ia mengetahui kalau Jayakatwang bupati Gelang-Gelang berniat memberontak, untuk membalas kekalahan leluhurnya, yaitu Kertajaya raja terakhir Kadiri yang digulingkan oleh Ken ArokKerajaan Tumapel atau Singhasari. Wiraraja pun mengirim surat melalui putranya yang bernama Wirondaya, yang berisi saran supaya Jayakatwang segera melaksanakan niatnya, karena saat itu sebagian besar tentara Singhasari sedang berada di luar Jawa. pendiri Maka pada tahun 1292, terjadilah serangan pasukan Gelang-Gelang terhadap ibu kota Singhasari. Kertanagara tewas di istana. Jayakatwang lalu membangun kembali negeri leluhurnya, yaitu Kadiri dan menjadi raja di sana. Persekutuan Aria Wiraraja dengan Raden Wijaya Menantu Kertanagara yang bernama Raden Wijaya mengungsi ke Sumenep meminta perlindungan Aria Wiraraja. Semasa muda, Wiraraja pernah mengabdi pada Narasingamurti kakek Raden Wijaya. Maka, ia pun bersedia membantu sang pangeran untuk menggulingkan Jayakatwang. Raden Wijaya bersumpah jika ia berhasil merebut kembali takhta mertuanya, maka kekuasaannya akan dibagi dua, yaitu untuk dirinya dan untuk Wiraraja. Mula-mula Wiraraja menyarankan agar Raden Wijaya pura-pura menyerah ke Kadiri. Atas jaminan darinya, Raden Wijaya dapat diterima dengan baik oleh Jayakatwang. Sebagai bukti takluk, Raden Wijaya siap membuka Hutan TarikTarik, Sidoarjo menjadi kawasan wisata bagi Jayakatwang yang gemar berburu. Jayakatwang mengabulkannya. Raden Wijaya dibantu orang-orang Madura kiriman Wiraraja membuka hutan tersebut, dan mendirikan desa Majapahit di dalamnya. Pada tahun 1293 datang tentara Mongol untuk menghukum Kertanagara yang berani menyakiti utusan Kubilai Khan tahun 1289. Raden Wijaya selaku ahli waris Kertanagara siap menyerahkan diri asalkan ia terlebih dahulu dibantu memerdekakan diri dari Jayakatwang. Maka bergabunglah pasukan Mongol dan MajapahitKadiri. Setelah Jayakatwang kalah, pihak Majapahit ganti mengusir pasukan Mongol dari tanah Jawa. menyerbu ibu kota Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya, pasukan Mongol datang atas undangan Wiraraja untuk membantu Raden Wijaya mengalahkan Kadiri, dengan imbalan dua orang putri sebagai istri kaisar Mongol. Kisah tersebut hanyalah ciptaan si pengarang yang tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Dari berita Cina diketahui tujuan kedatangan pasukan Mongol adalah untuk menaklukkan KertanagaraJawa. penguasa Jabatan Aria Wiraraja di Majapahit Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit yang merdeka tahun 1293. Dari prasasti Kudadu (1294) diketahui jabatan Aria Wiraraja adalah sebagai pasangguhan dengan gelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka. Pada prasasti Penanggungan (1296) nama Wiraraja sudah tidak lagi dijumpai. Penyebabnya ialah pada tahun 1295 salah satu putra Wiraraja yang bernama Ranggalawe melakukan pemberontakan dan menemui kematiannya. Peristiwa itu membuat Wiraraja sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya. Ia lalu menuntut janji Raden Wijaya, yaitu setengah wilayah Majapahit. Raden WijayaMajapahit sebelah timur dengan ibu kota di Lumajang. mengabulkannya. Wiraraja akhirnya mendapatkan Akhir Kemerdekaan Majapahit Timur Pararaton menyebutkan pada tahun 1316 terjadi pemberontakan Nambi di Lumajang terhadap JayanagaraMajapahit. Kidung Sorandaka mengisahkan pemberontakan tersebut terjadi setelah kematian ayah Nambi yang bernama Pranaraja. Sedangkan, Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut Nambiprasasti Kudadu (1294) Pranaraja tidak sama dengan Wiraraja. raja kedua adalah putra Wiraraja. Menurut Berdasarkan analisis Slamet Muljana menggunakan bukti prasasti Kudadu dan prasasti Penanggungan (dalam bukunya, Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, 1979), Wiraraja lebih tepat sebagai ayah Ranggalawe dari pada ayah Nambi. (Lihat Ranggalawe) Tidak diketahui dengan pasti apakah Wiraraja masih hidup pada tahun 1316. Yang jelas, setelah kekalahan Nambi, daerah Lumajang kembali bersatu dengan Majapahit bagian barat. Ini berarti penguasa Majapahit Timur saat itu (entah Wiraraja atau penggantinya) bergabung dengan Nambi dan terbunuh oleh serangan pasukan Majapahit Barat. Referensi • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara • Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan. Yogyakarta: LKIS