Hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah membangun karakter tokoh. Ada banyak cara yang bisa digunakan, di antaranya:
- Melalui ucapan-ucapan si tokoh: Ucapan si tokoh dalam menggambarkan karakternya. Orang yang sopan tentu berbeda cara ngomongnya dengan orang yang bengal. Orang pemarah tentu beda cara ngomongnya dengan orang yang penyabar. Demikian seterusnya.
- Melalui pemberian nama: Dalam kehidupan nyata, nama seseorang memang tidak identik dengan sifat dan perilaku orang tersebut. Namun, dalam dunia fiksi, kita bisa memberikan nama-nama tertentu untuk memberikan kesan karakter yang berbeda-beda. Misalnya, nama Dewi cenderung berkesan anggun dan keibuan. Sedangkan, nama Susan cenderung berkesan centil dan genit. Pemberian nama juga hendaknya disesuaikan dengan setting cerita dan karakter etnis dari tokoh tersebut. Misalnya, aneh rasanya jika kamu menceritakan seorang tokoh yang beragama kristen, tetapi dia bernama Abdullah. Atau, kamu menceritakan tentang seorang tokoh yang ber-etnis Jawa, dan sejak lahir hingga dewasa tinggal di Kendal, tetapi dia bernama Michael. Kalaupun kamu harus memberikan nama yang seperti itu, hendaknya kamu memberikan penjelasan yang memadai mengenai hal itu (mengapa orang Jawa yang sejak lahir tinggal di Kendal bisa punya nama Michael, dan sebagainya)
- Melalui diskripsi yang disampaikan oleh si penulis: Ini adalah cara yang cukup umum dan gampang. Contohnya: “Wina adalah gadis yang amat penyabar, ia selalu memulai ucapannya dengan senyuman.”
- Melalui pendapat tokoh-tokoh lainnya di dalam karya tersebut, contoh: Nia berkata, “Joko itu pelit banget deh. Masa udah ketahuan di dompetnya banyak duit, dia ngaku lagi bokek!”
- Melalui sikap atau reaksi si tokoh terhadap kejadian tertentu, contoh: Ketika seorang anak memecahkan gelas, apa yang dilakukan ibunya? Dalam hal ini, kita harus merumuskan dulu secara jelas, bagaimana karakter si ibu. Apakah dia pemarah, penyabar, suka mencaci-maki, dan sebagainya. Jika yang diceritakan adalah seorang ibu yang penyabar dan penuh pengertian, tentu tidak akan membuat kalimat yang menceritakan bahwa si ibu marah besar lalu memaki-maki anaknya.
***
Teks sastra yang kamu buat akan menjadi lebih bermakna jika dibaca orang lain. Oleh sebab itu, kamu perlu memublikasikan teks karyamu ke media massa, majalah sekolah/remaja/umum, koran, atau tabloid. Sekarang ini, cerpen/puisi ”dimanjakan” oleh berbagai media. Hampir setiap penerbitan selalu menyediakan rubrik cerpen/puisi. Peluang ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ada baiknya, kamu memiliki beberapa alamat redaksi majalah/koran. Lebih bagus lagi jika memiliki alamat e-mail; lebih murah dan praktis.
Jangan putus asa kalau gagal dimuat. Resep menjadi penulis sukses tidak mengenal putus asa dalam kamus hidupnya. Yang penting menulis, menulis, dan menulis. Yang tidak kalah penting, kamu harus banyak membaca teks sastra yang dimuat di berbagai koran atau majalah. Kalau mengalami kebuntuan dalam menulis?
- Salinlah beberapa paragraf atau halaman dari buku kesukaanmu.
- Tirulah gaya penulis favoritmu.
- Berusahalah menulis dengan gaya yang baru bagimu.
- Petakan kebuntuanmu menulis dalam bentuk gambar. Gunakan imajinasimu. Gambarlah apa saja. Melalui kegiatan ini “kedua belah otak” kamu bekerja dan merangsang pikiran kreatif.
Itulah beberapa wejangan yang sempat saya sampaikan kepada para awak STESA. Untuk memberikan gambaran yang lebih utuh, saya meminta salah seorang peserta untuk membacakan cerpen “Perempuan Bergaun Putih”. Suasana hening tampak bergelayut di bukit Cokrokembang. Suasana singup yang terbangun lewat kerangka cerita yang agak mistis serasa hadir di perbukitan yang berseberangan dengan Kalikutha itu. Saya berharap, semoga kelak mereka bisa menjadi penulis ternama yang karya-karyanya turut mewarnai dinamika kesusastraan Indonesia mutakhir. ***
Dipetik dari sawali.info
Tidak ada komentar:
Posting Komentar